Jumat, 30 Januari 2015

PERAN STRATEGIS PEMIMPIN KRISTEN DALAM GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN
            Dalam sejarah perkembangan gereja  sudah terjadi perpecahan-perpecahan yang melahirkan banyak gereja. Namun perpecahan itu diusahakan menjadi satu kembali seperti persatuan yang telah di doakan oleh Kristus dalam Yohanes 17:21. Timbulnya pemahaman dan perbedaan menyebabkan munculnya aliran-aliran dalam tubuh gereja yang karena perpecahan itu disadari bahwa pentingnya kesatuan didalam gereja–gereja Kristus. Untuk itulah kita akan membahas bagaimana gerakan oikumene dalam sejarah perkembangann gereja. Dan semoga tulisan ini dapat membantu kita dalam memperluas wawasan terlebih dalam pelayanan kita nantinya.

BAB II
OIKUMENE DAN PERKEMBANGANNYA
Pengertian Oikumene
            Oikumene diturunkan dari kata oikumene yang berarti menyangkut  wilayah yang dihuni manusia atau seluruh bagian dunia yang berkebudayaan.[1]  Oikumene adalah kata Bahasa Yunani yaitu participium praesentis passivum fenium  dari kata oikeo yang berarti tinggal, berdiam atau juga mendiami. Oleh sebab itu arti harafiah kata oikumenis  adalah yang didiami.[2] Kata “Oikumene” merupakan padanan (sinonim) dari kata lain yang juga dipakai sebagai ungkapan dalam Gereja, gerakan oikumene  selalu dihubungkan dengan gerakan untuk mencari keutuhan, gerakan untuk mengumpulkan kembali serta menjaga keutuhan/integritas gereja, dan terutama merupakan panggilan untuk menyelenggarakan kehidupan  sejahtera bagi umat manusia maupun seluruh ciptaan.[3]
Perkembangan Gerakan Oikumene
Dalam perkembangan gerakan oikumenes terlihat semakin muncul usaha-usaha yang dilakukan gereja untuk menyatukan dari kepelbagaian tersebut.  Baik itu dikalangan perkembangan penginjilan dalam kaitan gerakan oikumene. Pada tahu 1910 dikota Edinburg, Skotlandia, diadakan suatu konfrensi pekabaran Injil se-dunia. Konfrensi ini menjadi permulaan Gerakan penyatuan antara Gereja-Gereja Protestan. Gerakan ini disebut gerakan Oikumene yang pertama dipakai untuk seluruh dunia yang dihuni dan dalam sejarah Gereja dipakai untuk menunjuk kepada se-Dunia. Bahasan yang pertama adalah mengenai Faith and Order.[4] Tujuan dari Faith and Order ini adalah mancari jalan menuju keesaan gereja. Dan Konsili tersebut harus bersifat gerejani. Artinya para wakil harus benar-benar  resmi wakil dari setiap Gereja.[5]  Gerakan ini timbul diantara orang Amerika  dan orang Anglikan. Disitu Gereja-Gereja ynag sudah berabad-abad lamanya terpecah berai bertemu dan kembali mempelajari iman  dan suasana rohani masing-masing.[6]
Pada perkembangan berikutnya muncul gerakan Life and Work (kehidupan dan kegiatan) untuk mengatasi ketidak adilan social ekonomi, pelopor pergerakan Life and work adalah Nathan Sodarblom (1866-1931) adalah seorang pendeta Lutheran di Swedia. Ketika perang dunia pertama 1914-1918 terpecah dia menganggap suatu peristiwa itu sebagai suatu kegagalan gereja untuk memperdamaikan bangsa-bangsa sehingga ia mulai mendorong gereja-gereja untuk mencari perdamaian antara Negara-negara yang berperang. Usaha ini disambut baik oleh gereja-gereja dari Negara yang netral. Adapun pokok bahasan dari life and work adalah
a.       Bahwa keesaan ini bertolak dari salib Kristus yang merupakan titik bertemu untuk semua orang Kristen dan titik tolak untuk semua usaha untuk mewujudkan keesaan yang nyata.
b.      Bahwa keesaan harus dipahami sebagai keesaan dalam keanekaragaman.
c.       Bahwa usaha untuk merealisasikan keesaan harus diberi bentuk aksi dan kesaksian bersama.
Akibat dari semua puncak dari segala usaha oikumenis pada abad ke-19, konferensi itu merupaka titik tolak untuk gerakan oikumenis pada jaman kita ini. Sehingga kedua badan ini yaitu Faith and Order juga Life and Work bergabung pada tahun 1948 menjadi dewan gereja-gereja sedunia yang berpusat di Jenewa.  Sehingga kegiatan dari kedua badan tersebut diteruskan oleh DGD.
Gerakan Oikumene di Indonesia
Selama abad ke-17 dan ke-18 semua orang Kristen protestan di wilayah Indonesia termasuk satu badan gereja yaitu Gereformed yang dipimpin oleh majelis jemaat di Batavia. Masuknya lembaga Pekabaran Injil 1815 membawa perubahan hingga Kristen Protestan di Indonesia dibagi mejandi dua kelompok.[7] Akar-akar gerakan oikumenis terutama terdapat dalam pekabaran Injil pada abad ke-19. Pada abad pekabaran injil terjadi banyak usaha untuk menyebarkan iman Kristen sehingga dirasa perlu untuk mengkordinasi pekerjaan pekabaran Injil. Demikianlah didirikan dewan-dewan pekabaran Injil pada tingkat nasional dan diadakan konferensi untuk membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan iman.[8]
Selama abad ke-19 upaya mewujudkan keesaan Kristen dijalankan orang Belanda. Upaya itu bertujuan untuk mendekatkan orang-orang Kristen dan pada tahun 1855 orang Kristen anggota GPI  mengelola majalah bulanan Belanda (De Opwehker). Pada abad ke-20 terdapat pula kegiatan dan partisipasi orang Indonesia. Yang paling berperan disini adalah para pemuda dan mahasiswa Kristen yaitu dengan mendirikan CSV Op Java, semangat mereka dikobarkan oleh Jhon Mott yang merupakan tokoh gerakan oikumenis sedunia. Dilain pihak didirikan CJVF dan gerakan nasional. Dalam kehidupan jemaat pada tahun 1940 ada upaya untuk mendekatkan jemaat-jemaat (gereja-gereja) satu sama lain, dan dimulai oleh kalangan suku Tionghoa.
Ada banyak hal yang menjadi sebab digalakkannya gerakan oikumene di Indonesia. Dalam buku 25 tahun DGI Dr. T.B. Simatupang menunjuk kepada lima jenis pengaruh yang nyata dalam sejarah pembentukan DGI, yaitu: 1) Alkitab (Yoh 17:21) dan pengakuan iman; 2) Nasionalisme di Indonesia menjelang dan sesudah Perang Dunia Kedua; 3) Pengalaman pemuda Krsiten dalam perhimpunan mahasiswa-mahasiswa Kristen dan pada Sekolah Tinggi Teologia di Jakarta; 4) Pengalaman pada masa Jepang; 5) Pengaruh gerakan oimunenis dari luar (IMC,WSCF, DGD) dan pengaruh tokoh-tokoh di kalangan pekabaran Injil.

Sikap dan Pandangan Terhadap Gerakan Oikumenis
Secara nyata gereja-gereja harus dapat mencapai keesaan gereja tersebut. Dengan lahirnya gerakan oikumenis banyak denominasi  gereja yang mendukung. Walaupun demikian ada juga  gereja yang akibat dari upaya gerakan oikumenis tidak mau bergabung yaitu Roma Katolik, salah satu cara Roma Katolik untuk mencapai kesatuan tersebut dengan menindas setiap kelompok Kristen, Calvin menunjuk jalan lain, kesatuan hanya dapat diperoleh kalau gereja mau tahkluk kepada kekuasaan Alkitab, padahal ukuran masing-masing gereja mempunyai tafsiran sendiri. Gereja Roma tidak dapat mengambil bagian dalam perkumpulan-perkumpulan oikumenis dan orang-orang Katolik tidak diperbolekan untuk mendukung atau membantu usaha-usaha demikian.
Andaikata mereka berbuat begitu maka mereka menyetujui suatu agama Kristen yang palsu yang asing bagi gereja Kristus yang satu itu. Mereka tetap berpegang, kesatuan orang-orang Kristen terwujud jika mereka yang terpisah dari padanya (murtad) kembali kepada gereja Kristus yang benar sebab tak seorangpun yang dapat tinggal di gereja Kristus tanpa mengakui kekuasaan Petrus dan penggantinya yang sah.

BAB III
PERAN STRATEGIS PEMIMPIN KRISTEN

Faktor Penghambat Oikumene
PGI yang sebelumnya DGI telah mempunyai tujuan yang pasti untuk mewujudkan kesatuan dan keesaan gereja di Indonesia. tetapi tujuan yang mulia tersebut hingga sekarang belum tercapai. Apa yang menjadi kendalanya? Menurut Dr. K.A.M. Jusufroni hal itu terjadi karena mereka berangkat dari pola pikir organisasi yang diutamakan, bukan spirit tubuh Kristus. Gereja yang kudus dan am itu bukan berarti ada satu organisasi gereja, atau badan koordinasi penampungan dari gereja-gereja.[9] Sebenarnya jemaat sudah tidak tidak mempedulikan keanekaragaman itu, hanya saja pendeta-pendeta dan pemimpin-pemimpin organisasi yang masih terbelenggu dengan pembatasan itu. Spiritnya tidak ada. Maka perlu ada khotbah-khotbah yang menekankan spirit kesatuan.
Kita tahu bahwa sebagian besar gereja yang ada di Indonesia berasal dari Eropa Barat dan Amerika Utara yang berasal dari gereja-gereja yang sudah “berselisih” karena perbedaan penafsiran dan doktrin. Akibatnya hal tersebut mengakibatkan pengkotak-kotakan gereja yang mereka dirikan di Nusantara. kita sangat dipengaruhi oleh teologia-teologia dari luar sehingga falsafah hidup bangsa kita tidak dihayati, yaitu sila ketiga dari dasar negara kita, Persatuan Indonesia.[10]
Untuk mempersatukan gereja-gereja memang tidak mudah tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kesatuan yang dimaksud di sini adalah kesatuan tubuh Kristus yang menghargai adanya keberagaman atau keanekaragaman di dalam anggota-anggota tubuh itu sendiri. saling menghargai adanya anggota-anggota tubuh Kristus yang memiliki pengalaman, karunia, penghayatan iman, maupun latar belakang yang berbeda-beda.
            Bapak Soelarso Soepater bahwa penyebab perbedaan-perbedaan dalam denominasi itu pada intinya berasal dari perbedaan penafsiran atau doktrin. Lalu beliau mengatakan bahwa kalau usaha-usaha kebersatuan yang dilakukan, kalau hanya seperti paskah atau natal bersama, maka dasar menuju kesatuan gereja tersebut sebagai sesuatu yang rapuh.
            Soal penafsiran memang tidak bisa disatukan karena tetap akan berbeda. Tetapi ajaran tentang Yesus adalah Tuhan, maka itu harus satu. Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia, Yesus adalah Allah yang menjelma sebagai manusia. Itu harus satu ajaran. 
            Pada kasus yang lain, perpecahan sering terjadi karena soal materi. jarang sekali perpecahan terjadi karena mempertahankan doktrin atau pengajaran masing-masing seperti pada zaman Saleto dan Kalvin, ataupun Martin Luter. Para pemimpin merasa takut kehilangan pendukung atau anggota. Contoh: banyak pemimpin begitu khawatir akan kehadiran sebuah Persekutuan Doa karena asumsi mereka akan timbulnya sebuah gereja baru. Sebenarnya anggota jemaat yang hadir tidak mempermasalahakan dari mana asal mereka.  Yang penting mereka bisa bersama-sama bersekutu dan menerima Firman Tuhan yang dapat menguatkan iman mereka.

Perubahan Paradigma
            Pemimpin-pemimpin perlu berwawasan oikumene sebagai alternatif upaya penyatuan gereja-gereja. Y. Congar mengemukakan empat unsur yang termuat dalam oikumenisme:[11]
a)      Unsur pertama adalah kembali ke sumber-sumber. Hal ini berarti menggali Alkitab, selain itu ajaran Bapa-bapa Gereja dan liturgi, yang berpusat pada misteri-misteri paskah.
b)      Unsur kedua adalah dialog untuk memahami posisi-posisi yang berbeda.
c)      Unsur ketiga adalah sejarah. Sejarah sangat diperlukan sebagai bantuan untuk membedakan mana yang absolut dan yang relatif.
d)     Unsur keempat adalah Spiritual. Karya oikumenis menuntut pertobatan yang mendalam dari hati manusia, yang meliputi seluruh hidup dan kehidupan kekristenannya.
Lebih lanjut pemahaman selanjutnya oleh para pemimpin Kristen dalam oikummene dengan memahami cirri pokok keesaan gereja di Indonesia. Untuk mempersatukan gereja-gereja di Indonesia dalam wadah PGI maka lahirlah Lima Ciri Pokok Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia:[12]
a)      Satu pengakuan iman. Percaya akan Tuhan Allah yang Esa, yang telah menciptakan langit dan bumi serta memeliharanya, Ia menciptakan manusia menurut gambar/citra-Nya. Allah telah menyelamatkan manusia melalui penebusan Yesus Kristus. Roh Kudus yang memimpin umat dan berada di tengah Gereja, serta mengakui bahwa Alkitab adalah pernyataan Allah kepada manusia yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.[13]
b)      Satu wadah bersama
c)      Satu tugas panggilan dalam satu wilayah bersama
d)     Saling mengakui dan saling menerima. Di antaranya pengakuan keanggotaan gereja dan penerimaan/perpindahan keanggotaan, pelayanan diakonia, pemberitaan firman berdasarkan Alkitab, pekabaran Injil, baptisan kudus, perjamuan kudus, penggembalaan, disiplin gerejawi, pemberkatan perkawinan gerejawi, pelayanan/pejabat gerejawi, serta penerimaan dan pengakuan penguburan/pengabuan.[14] 
e)      Saling menopang        

Langkah-Langkah Stretegis Pemimpin Kristen
Seorang pemimpin Kristen tidak boleh tinggal diam, merasa eksklusif, merasa cukup puas, nyaman, merasa paling benar, dan bangga yang berlebihan  dengan gerejanya, karena yang sempurna hanya Tuhan Yesus Kristus. Dogma atau pengajaran-pengajaran yang khas dari gereja-gereja hanyalah sarana membangun iman. Apa yang harus dilakukan seorang pemimpin Kristen? Ada beberapa peran strategis pemimpin Kristen dalam upaya oikumene yaitu:[15]
a.       Berkooperasi di dalam melayani pekerjaan Tuhan. Hal ini bertujuan sebagai rasa kebersamaan anggota-anggota tubuh Krsitus yang akan mengikat, merubah paradigma.
b.      Berkoordinasi apabila satu sama lain saling membantu. Koordinasi dalam pelayanan antar gereja sebagai bentuk mengasihi sesama, saling membantu untuk meyebarkan Injil adalah suatu hal yang mulia. Seseorang tidak mungkin dapat melakukan banyak hal jika tidak ada kerjasama. Masing-masing gereja memliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu bekerjasam akan lebih baik untuk saling melengkapi.
c.       Melakukan konfirmasi, sehingga tidak timbul prasangka yang buruk terhadap satu sama lain. upaya ini dapat dilakukan melalui pelatihan sehingga hamba-hamba Tuhan dapat mengenali ajaran-ajaran gereja yang lain sehiungga membina hubungan yang harmonis, tidak kaget melihat perbedaan.[16] Karena banyaknya doktrin dan pemahaman tentang gereja masing-masing, maka seorang pemimpin Kristen perlu berupaya untuk mengetahui dogma gereja lain agar tidka menimbulkan suatu prasangka buruk.
d.      Berkonsultasi untuk mengambil langkah yang baru yang akhirnya dapat menopang satu dengan yang lain. 

BAB IV
KESIMPULAN
Secara teologis, Allah menghendaki sebuah kesatuan dari gereja-gereja Tuhan yang ada. Denominasi-denominasi yang begitu banyak seolah-olah telah membawa kesatuan gereja ke jurang pemisah yang tidak mungkin menyatu. Banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya ketidakesaan ini antara lain masalah doktrin, materi, dan kepentingan. Namun para pemimpin gereja tidak boleh terjebak dalam pesimisme tetapi perlu melakukan langkah-langkah strategis dengan pemahaman bahwa kita bagian dari anggota tubuh Kristus, dan kita menyembah satu Tuhan yaitu Tuhan Yesus Kristus.

by Noberth Elifas Tob



[1]A. Heuken S. J, Ensiklopedia Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Lokacaraka, 1989), 284
[2] Christian De Jong, Menuju Keesaan Gereja (Jakarta : BPK-GM, 1996),  xvii
[3] J.B Banawiratmo SJ, Tempat dan Arah Gerakan Oikemenis (Jakarta: BPK-GM, 1994), 30
[4]Christian de Jong,  Jan  S.Aritonang, Apa dan Bagaiman Gereja (Jakarta : BPK-GM, 2003), 51
[5]Christian  de Jong  Menuju Keesaan Gereja (Jakarta: BPK-GM, 1996), 19-20
[6]I.H Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 340
[7]J. Van Den End,  dan S. J. Weitjens,  Ragi Carita II (Jakarta: BPK-GM, 2008), 381
[8]Christian De Jonge, Pembingbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM,  2006), 87
[9]Jusufroni Berbicara tentang Kesatuan Gereja (Yogyakarta:  Yayasan ANDI, 1993), 21 
[10]Ibid, 25
[11]J.B. Banawiratmo. dkk., Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 9-70
[12] Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh Harapan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 14
[13]Ibid, 80-91
[14]Ibid, 99-108
[15]Jusuf Roni, One Body of  Christ (Jakarta: Jusuf Roni Center, 2012), 22
[16]Ibid, 26

9 komentar:

  1. Puji Tuhan,saya bertemu dengan penulis yang berhubungan dengan gagasan besar saya tentang gerakan Oikumen di Indonesia,bermimpi tentang adanya sebuah land mark NTT yang mayoritas Kristen yang betagam.Gagasan ini adalah karya ilmiah PROYEK AKHIR saya untuk meraih gelar sarjana arsitektur tahun 1997,mudah-mudahan Tuhan memeri jalan

    BalasHapus
  2. Saya yoseph marto,manggarai timur ntt hp 081236947221,menyimpan karya arsitektur OIKMENE CENTRUM,untuk dijadikan land mark ntt yang dibangun di sebuah pulau kecil yaitu pulau Kera yg berada di tengah teluk Kupang,semoga anda sbgai penulis akan bersama saya mendukung terwujudnya gagasan ini,Amin

    BalasHapus
  3. Sands Casino Resort: All You Need to Know BEFORE You
    With thousands of slot machines, hundreds of table games and an array of live entertainment, Sands Casino 샌즈 카지노 파트너 Resort in Las Vegas is ready for action.

    BalasHapus